AdaNews.id-Duka bagi siapapun korban, kematian manusia, apapun penyebab dan motivasi kematiannya tetap saja duka. Memilukan, ketika enam nyawa melayang karena keyakinan yang telah dipilihnya. Membayangkan bagaimana jika sudah berkeluarga, anak-anak mereka siapa yang memelihara, mendidik, dan membiayai? Jangan kemudian melemparkan tanggung jawab pada Yang Kuasa.
Pro dan kontra berseliweran baik di media percakapan ataupun media sosial, bagaimana mereka membedah dengan sudut pandang masing-masing. Mengajukan argumen seturut dengan keberpihakan. Susah melihat diskusi dengan sungguh obyektif dan netral. Wajar sih namanya juga manusia, dengan segala kepentingan. Tidak ada yang mampu sepenuhnya netral, pasti mengandung kepentingan.
Polisi bisa melanggar HAM, bagi yang berpikir bahwa kematian enam orang ini berlebihan. Boleh saja, apalagi dasarnya adalah konpres dari kubu FPI yang mengatakan laskar mereka diculik preman bergaya operasi. Siapa yang tidak panas membaca pernyataan demikian, sudah ada pula simpati apalagi jika afliasinya memang sama.
Pihak kepolisian mengatakan ada kegiatan penyidikan karena adanya informasi pengerahan massa, maka ada patroli. Penyerangan pada patroli tersebut dijawab dengan penembakan. Ditemukan pistol, senjata tajam, dan apakah demikian itu mau pengajian sebagaimana pernyataan FPI?
Desakan untuk membuka cctv layak dijadikan perhatian, sehingga tidak malah menjadikan polisi ataupun pihak FPI menjadi sasaran kecurigaan, atau malah membuat kedua belah pihak sama-sama tidak mendapatkan kebenaran sesuai dengan kapasitasnya. Akan sangat bagus jika ini bisa benar-benar terjadi.
Semua perlu diperjelas dengan data dan fakta, siapa bohong, siapa yang berlagak, dan siapa yang memang bersalah dan layak mendapatkan ganjaran. Jangan sampai malah yang salah bisa menjadi benar karena opini, pun sebaliknya, yang benar menjadi salah karena pembentukan narasi dan opini yang disengaja. Mengerikan jika benar.
FPI dan Polri memiliki hak yang sama. Sejatinya, FPI tidak lagi berhak karena sudah tidak mempunyai izin sebagai ormas. Karena kehilangan nyawa dan itu perlu dipertanggungjawabkan, jadi sama-sama bisa mengajukan pembelaan.
Kembali pada pengantar, tidak ada lepas kepentingan dan sepenuhnya netral, namun sebisa mungkin melihat dengan upaya maksimal untuk lebih obyektif. Beberapa hal menjadi fakta mana yang lebih mendekati kebenaran.
Satu, kebiasaan yang melaporkan apa-apa itu sepihak dan gegabah. Polisi atau FPI? Bisa dibandingkan bahasa dan isi dari bahan konperensi pers, lepas dari pengalaman dan pendidikan, mana yang cenderung benar dan mana yang memiliki kandungan mencari benarnya sendiri. Semua dengan kaca mata masih normal, tidak perlu melihat reputasi kedua belah pihak.
Dua, uraian logis dengan berbagai dalih, alibi, dan kronologis. Bagaimana bisa pengajian koq tengah malam. Benar atau tidak tepat? Bersenjata pula, mungkin akan ada pembelaan bisa saja itu milik polisi, nah CCTV bisa dijadikan bahan untuk kajian dan pembuktian lebih lanjut.
Tiga, status Rizieq sebagai terpanggil kepolisian, tidak datang, namun bisa bepergian. Ini sebuah tanya yang harus bisa dipertanggungjawabkan oleh Rizieq dan FPI. Ingat polisi memiliki payung hukum, berbeda dengan laskar FPI. Lebih baik dijawab ini dulu, dari pada ke mana-mana.
Empat, sejatinya masih cenderung menilai, bahwa polisi bisa saja lebay dan mengamuk kemudian menembak dengan tidak sepantasnya. Eh malah majalah kontroversial, sok oposan berinisial T kolaborasi dengan Komnas HAM sudah memihak dan bisa dimaknai memojokan kepolisian, ya sudah ke mana yang lebih benar. Lihat saja mana suara Komnas HAM ketika pemenggalan si Sulawesi, mengapa diam seribu bahasa, apa mereka bukan manusia? Apalagi pelakunya terduga teroris.
Apa iya polisi lebih hina sehingga dicurigai, dan FPI lebih mulia dari umat di sana sehingga laskar dibela dan umat yang dipengga diabaikan? Ayo jawab Komnas HAM, atau sudah berganti jadi corong pihak tertentu?
Lima, politikus oposan dan bahkan tidak jelas ala Mardani Ali Sera, Fadli Zon juga ikut “membela” FPI, artinya makin jelas mana yang benar mana yang salah. Sederhana koq menilai mana yang benar dan salah itu dari sikap mereka itu.
Enam, makin memihak, bagaimana rekam jejak mereka selama ini. Benar keduanya tidak ada yang sempurna, polisi bisa lebay dan salah, namun kadar kesalahan mereka dibandingkan pihak lainnya bagaimana? Cek saja dalam sebulan apa yang Rizieq dan FPI lakukan, banyak manfaat atau malah sebaliknya? Sederhana bukan?
Tujuh, melawan polisi itu bukan sembarang orang yang berani. Perampok saja belum tentu seberani itu, level teroris yang bisa memiliki keberanian seperti itu. Jangan-jangan malah FPI sudah tersusupi tanpa Rizieq sadari? Kalau tahu dan sadar berarti memang sudah berbahaya.
Penolakan pemanggilan dan malah berujung kematian seperti ini, koq malah polisi yang menjadi pihak terparah kesalahannnya, logis atau tidak? Waras atau tidak? Susah melihat FPI dan Rizieq masih bisa kembali kepada posisi baik-baik saja. Sebesar apapun pembelaan dari pihak-pihak tertentu sangat susah “meringankan” kesalahan Rizieq dan FPI. *Susy Haryawan