AdaNews – Menyaksikan atau mencermati anak usia sekolah zaman now dengan karakter buruk menjadi pemandangan biasa saat ini. Moral dan etika jauh menurun, membuat kita semakin prihatin melihatnya.
Bukan rahasia umum, kerap kita dengar siswa-siswi di sekolah bicara kasar, jorok, bahkan tak sungkan menyebut alat kelamin, nama hewan. Sungguh memprihatinkan, bukan?
anak-anak usia sekolah zaman now suka saling ledek menghina fisik, menghina orang tua, mencaci, memaki, berteriak semaunya ke orang lain. Jelas, perbuatan tersebut sangat keliru besar.
Lebih parah, kita juga kerap disuguhkan perilaku anak sekolah zaman now saling pukul, mengintimidasi, merasa berkuasa, membully, hingga tindakan kriminal.
Mengapa hal tersebut bisa terjadi? Menurut penulis, banyak faktor penyebabnya. Mari kita coba telaah !
Pertama, faktor orang dewasa
Di era “serba bebas” ini begitu banyak contoh tidak baik yang dilakukan oleh orang dewasa. Kadang, hal ini tanpa sadar mungkin pernah dilakukan kita semua. Celakanya, tak sedikit pola pikir anak-anak kita masih kekanak-kanakan. Dalam pikirannya, apa yang mereka lihat dari orang dewasa (negatif) itu keren, seru, menyenangkan. Maka, mereka pun coba turut menirukannya, bahkan lebih parah.
Akibat dari pola pikir yang belum berkembang itu akhirnya timbul kesan bahwa para siswa zaman now kesulitan memahami definisi benar atau salah.
Kebiasaan orang dewasa yang dilihat anak-anak di sekitarnya disaat ngomong jorok, mencaci, memaki, memukul, malak, dan berbagai kejahatan lainnya, semakin memperburuk keadaan.
Seharusnya orang dewasa memberikan contoh baik. Minimal, mereka marah saat melihat anak kecil berbuat tidak wajar atau perilakunya menyimpang.
Alangkah mirisnya kita melihat para orang dewasa malah sibuk main HP dibandingkan memperhatikan anak-anaknya. Perhatikan, anak-anak yang tumbuh dengan sifat buruk, bisa kita cek kebiasaan orang tuanya di rumah.
Mestinya hal ini tidak perlu terjadi, bila orang dewasa atau orang tua menanamakan sifat-sifat baik, terpuji dan menjadi teladan bagi anaknya. Atau, setidaknya para orang tua ini menegur ataupun marah tatkala anaknya melakukan kesalahan. Contohnya seperti kerap dilakukan para orang dulu. Mereka kadang tak segan menyumpal mulut anaknya dengan cabe bila ketahuan ngomong jorok. Ini dilakukan agar prilaku buruk si anak jangan sampai terulang.
Pertanyaannya, apakah didikan atau nilai-nilai yang ditanamkan masa lalu masih ada? Penulis rasa masih banyak. Tapi, tak sedikit pula yang cuek, kacau dan sibuk dengan aktifitasnya masing-masing. Sementara, anak dibiarkan tumbuh kembang dengan liar. Puncaknya, beragam kasus akibat perangai buruk anak-anak ini semakin meluas dan tidak terkontrol.
Kedua, smartphone mainan anak sekarang
Tidak bisa di pungkiri, saat smartphone mulai menjadi barang primer, dampaknya terhadap kepribadian anak zaman now sungguh luar biasa. Kebebasan menonton beragam konten negatif yang ada di gawai pintar, ditambah tidak adanya kepedulian dari orang tua, membuat perilaku buruk yang ada dalam konten itu kerap di contoh tanpa ada filter sama sekali.
Kembali lagi, parahnya mereka ini tidak merasa bersalah. Bahkan, merasa hal yang dilakukannya itu hebat dan membanggakan.
Maaf, dalam hal ini smartphone seolah menjadi alat yang merusak sebagian besar generasi bangsa. Kesadaran menggunakan smartphone untuk hal yang baik masih minim dan bahkan tidak begitu menarik untuk dilakukan anak-anak zaman now.
Ketiga, anak terlalu bebas
Saat ini anak remaja begitu bebas bahkan sering mengadopsi kehidupan budaya barat yang bertentangan dengan kehidupan kita di negeri ini. Sepertinya, sudah sangat biasa remaja melakukan sex bebas, narkoba dan lain sebagainya. Bahkan, sering kita lihat video rekaman yang begitu vulgar di pertontonkan ke media sosial yang bisa di saksikan setiap orang.
Lingkungan keluarga menjadi benteng untuk menjaga para generasi muda ternyata mulai bergeser makna. Hal ini tak lepas dari mulai kewalahannya orang tua menghadapi anak zaman now yang usia dan perilakunya kadang tidak sesuai.
Bukan maksud menggurui, semestinya orang tua harus tegas dan melakukan pendidikan moral dan yang paling penting menanamkan prinsip bahwa harga diri diatas segalanya. Untuk itu wajib untuk di jaga.
Sebelum terlambat mari kita jaga generasi masa depan kita jangan biarkan anak kita terlalu bebas, kasih kesempatan namun berikan batasan.
Akhirul kata, semoga artikel ini memberikan ketukan hari nurani bagi kita para orang tua untuk menjadi teladan para generasi penerus bangsa. Kemerdekaan seharusnya menjadi makna yang baik, bukan sebaliknya.
Mari lebih peduli, karena jika terus di biarkan bisa dipastikan generasi yang akan datang akan jauh lebih rusak dan tidak mampu bersaing bahkan mungkin di telan oleh zaman.
Salam
Penulis : Iwan, S.Pd (Wakil Kepala SMK Negeri 1 Buahdua, Sumedang)