SUMEDANG,ADANEWS-Pernah diungkapkan Kabid Bina Marga (BM) Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Sumedang, Helmi, dinas tempatnya bekerja memiliki hutang terhadap para pengusaha jasa kontruksi kurang lebih Rp. 10 milyar. Usut punya usut, dari jumlah tersebut, Rp. 2,5 milyar diantaranya digunakan untuk menyuap oknum aparat penegak hukum (APH). Hal itu guna menutupi kasus besar yang sempat terjadi. Demikian diungkapkan Ketua LSM BRANTAS, Asep Deddy Supriatna.
Deddy Rongkah, sapaan akrab Asep Deddy Supriatna juga menyebut, uang sebesar Rp. 2,5 milyar tersebut diperoleh Dinas PUPR dari para pengusaha diduga dengan cara “menjual” proyek. Bahkan, secara rinci pria paruh baya ini menyebut nama-nama pengusaha yang “membelinya”. Mereka adalah C sebesar Rp. 1 Milyar, I Rp. 100 juta, Y Rp. 200 juta, MK Rp. 150 juta, E Rp. 200 juta, P Rp. 400 juta, H Rp. 200 juta, Y Rp. 250 juta.
“Jumlah uang itu berdasarkan sumber yang saya dapat, katanya langsung diberikan pada oknum APH untuk menutupi kasus kakap,”tukasnya.
Namun begitu, Deddy Rongkah masih enggan menyebut siapa atau dari institusi mana oknum APH dimaksud. Dia masih membutuhkan keterangan serta fakta-fakta yang menguatkan.
“Bocorannya sudah saya kantongi, tapi tidak akan saya ungkapkan sekarang. Nanti saja kalau sudah benar-benar informasi ini akurat,” katanya, seraya menambahkan, pada kesempatan itu dia hanya ingin menjelaskan kronologis terkumpulnya jumlah uang senilai Rp.2,5 milyar.
Menurutnya, paska kasus besar di PUPR yang sempat menghebohkan masyarakat Sumedang, sebagian pejabat di dinas itu kebakaran jenggot, karena ada data-data yang diduga erat kaitannya dengan transaksi jual beli proyek yang diamankan APH.
Masih dikatakan Deddy, berdasarkan informasi yang dapat dipercaya, peristiwa tersebut kontan membuat para pejabat PUPR yang waktu itu kepala dinasnya masih dijabat Sujatmoko kelabakan dan dihantui rasa ketakutan terjerat kasus hukum.
“Nah, entah bagaimana caranya mereka melakukan lobi. Yang jelas katanya disepakati harus menyediakan uang sebesar Rp. 2,5 milyar jika data-data yang berhasil diamankan oleh APH itu tidak berlanjut ke proses hukum,” tukas Deddy.
Kemudian, lanjut Deddy, cara pejabat PUPR menyelamatkan diri dari jeratan kasus hukum tersebut justru menggunakan langkah-langkah yang masih setali tiga uang. Yakni, sama-sama melawan hukum. Caranya dengan menawarkan sejumlah proyek terhadap para pengusaha. Sujatmoko termasuk Kabid Bina Marga yang saat ini menjabat Kadis PUPR, Deni Rifdriana, “bekerjasama” dengan beberapa orang unsur pimpinan DPRD Sumedang periode 2014-2019 untuk menyepakati anggaran proyek di dinas tersebut.
“Setelah anggarannya disepakati, langkah selanjutnya mereka menawarkan proyek tersebut pada para pengusaha, dengan catatan memberikan uang terlebih dahulu sesuai dengan jumlah anggaran proyek yang diinginkan,” terangnya.
“Namun sebelum uang Rp. 2,5 milyar tersebut terkumpul, proses transaksinya menurut sumber yang saya dapat, cukup panjang. Konon, mereka beberapa kali melakukan pertemuan, termasuk di kediaman salah seorang pengusaha,” imbuh Deddy.
Menurut Deddy, karena dengan adanya kemufakatan jahat antara pengusaha dan para pejabat itu mengakibatkan kasus tersebut menguap begitu saja.
“Saya kira jika itu benar, siapapun pasti sepakat kalau tindakan mereka itu adalah perbuatan melawan hukum. Atau lebih jelasnya telah berlaku korup,” pungkasnya. (Elang)
Saya sepakat & mendukung agar terus dilacak sampai ke akar2nya, dan alangkah lebih elok dan gentelemen jika aparat penegak hukum juga melancak kasus tsb utk meng clare & clane kan kinerja penegak hukum