MISTERI kematian Brigadir J perlahan mulai terkuak. Hal ini tak lepas dari ditersangkakannya Bharada E dan disusul Brigadir RR. Bahkan, hingga artikel ini ditulis, mantan Kadiv Propam Mabes Polri, Irjen Pol Ferdy Sambo pun turut “diamankan” di Mako Brimob. Ia diduga telah melanggar kode etik profesi Polri. Pasalnya dianggap tidak profesional atas kasus tindak pidana pembunuhan Brigadir J.
Pada perkembangannya, kasus kematian Brigadir J ternyata merupakan kasus tindak pidana pembunuhan berencana. Bukan kasus saling tembak seperti banyak digembar-gemborkan selama ini.
Sebagaimana telah dibahas tadi, Bharada E dan Brigadir RR telah ditetapkan sebagai tersangka. Namun bukan tidak mungkin, kedepannya bakal muncul tersangka baru.
Siapa? tentu saja hal ini masih dalam ranah kewenangan penyidik Mabes Polri. Saat ini boleh jadi tengah memeras otak guna mengusut tuntas hingga ke akar-akarnya.
Lantas, apakah dengan “diamankannya” Irjen Pol Ferdy Sambo di Mako Brimob, statusnya bisa naik jadi tersangka terhadap kasus pembunuhan berencana Brigadir J? Ya, Bisa! Atau dengan kata lain ada potensi jadi tersangka!
Irjen Pol Ferdy Sambo bukan hanya diduga telah melakukan pelanggaran kode etik dan tidak profesional, tetapi bisa juga dikenakan tindak pelanggaran pidana “obstruction of justice”. Sebuah tindakan menghalang-halangi proses hukum.
Kurang lebih itulah yang bisa penulis tangkap dari statement Menkopolhukam Mahfud MD, terkait kasus tindak pidana pembunuhan berencana Brigadir J, saat diwawancarai oleh salah satu televisi swasta tanah air.
Kemungkinan Irjen Pol Ferdy Sambo jadi tersangka tak lepas dari bunyi Pasal 221 KUHP.
(1) Dihukum penjara selama-lamanya sembilan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 4.500,– :
1e berbunyi : Barangsiapa dengan sengaja menyembunyikan orang yang sudah melakukan sesuatu kejahatan yang dituntut karena sesuatu perkara kejahatan, atau barangsiapa menolong orang itu melarikan dirinya dari pada penyelidikan dan pemeriksaan atau tahanan oleh pegawai kehakiman atau polisi, atau oleh orang lain, yang karena peraturan undang-undang selalu atau sementara diwajibkan menjalankan jabatan kepolisian; (K.U.H.P. 119, 124, 126, 216, 331).
2e berbunyi : Barangsiapa yang sesudah terjadi kejahatan, membinasakan, menghilangkan, menyembunyikan benda-benda tempat melakukan atau yang dipakai untuk melakukan kejahatan itu atau bekas-bekas kejahatan itu yang lain-lain, atau yang berbuat sehingga benda-benda itu atau bekas-bekas itu tidak dapat diperiksa oleh pegawai kehakiman atau polisi baikpun oleh orang lain, yang menurut peraturan undang-undang selalu atau sementara diwajibkan menjalankan jabatan kepolisian, segala sesuatu itu dengan maksud untuk menyembunyikan kejahatan itu atau untuk menghalang-halangi atau menyusahkan pemeriksaan dan penyelidikan atau penuntutan (K.U.H.P. 180 s, 216, 222, 231 s)
Intinya, pasal di atas yang bisa dikaitkan kepada Irjen Ferdy Sambo dalam kasus tindak pidana pembunuhan berencana Brigadir J adalah dugaan tindakan dirinya yang konon menghalangi proses penyidikan dan dengan sengaja menyembunyikan dan/atau melenyapkan barang bukti pada saat sebelum atau sesudah proses penyidikan.
Bila ditarik ke belakang, kasus ini memang agak janggal. Tengok saja, saat kasus kematian Brigadir J ditangani Polres Jakarta Selatan malah memantik kontroversi dan menimbulkan berbagai kesumiran, hingga akhirnya menciptakan tanda tanya besar publik. Dalam hal ini, seolah-olah ada upaya konspirasi untuk “mengamankan” kasus dalam tanda kutip. Kasus ini pun akhirnya ditangani Mabes Polri, hingga pada perkembangan terkini. Bharada E dan Brigadir RR jadi tersangka.
Artinya, bila mengacu pada tindak pelanggaran pidana “obstruction of justice” atau tindakan menghalang-halangi proses hukum sebagaimana disebut pada Pasal 221 ayat 1, maka apabila kedepannya tim penyidik mampu membuktikan adanya tuduhan tersebut, Irjen Pol Ferdy Sambo mungkin saja akan mengikuti status tersangka kedua anak buahnya. Bharada E dan Brigadir RR.
Selain itu, bila Irjen Pol Ferdy Sambo terbukti bersalah melakukan pelanggaran kode etik profesi Polri, maka juga dikenakan sanksi administrasi. Sanksi tersebut bisa berupa pemberhentian dengan tidak hormat (PDTH) atau pemecatan, penurunan pangkat, teguran dan lainnya.
Pertanyaan berikut, apakah akan muncul hal lain yang tidak diduga. Misal, Irjen Pol Ferdy Sambo ternyata memamg aktor utama dibalik kematian Beigadir J?
Dalam kasus pelik seperti ini segala kemungkinan bisa saja terjadi. Hanya waktu dan keseriusan para penegak hukum yang bisa menjawab.
Namun menurut penulis, dengan tetap mengutamakan asas praduga tak bersalah, bila merunut dan mengurut kronologis mulai dari awal hingga hari ini dengan berdasar prinsip obstruction of justice dan Pasal 221 ayat 1 KUHP, Irjen Pol Ferdy Sambo rasanya berpotensi jadi tersangka.
Demikian artikel ini, kebebasan berpendapat dijamin konsitusi, jadi, jangan pernah membungkam diri. Mari kita kawal kasus tindak pidana pembunuhan berencana Brigadir J secara bersama demi kebenaran hakiki. Bukan sekadar drama untuk menyenangkan semua pihak.
Penulis : Elang Salamina