Masih Percaya Jusuf Kalla?

0 0
Read Time:3 Minute, 39 Second

AdaNews.id-Jauh sebelum ribut-ribut Rizieq Shihab, JK sudah memantik keributan, berhadapan dengan Rizal Ramli. Percekcokan yang sangat tidak elok di antara kedua mantan menko itu. Sama saja kekanak-kanakannya. Apalagi JK yang pernah jadi atasan RR. Membuka aib dan juga melibatkan orang lain pula, dalam hal ini Presiden Jokowi.

Pertentangan dan argumen ngaco kerap ia lontarkan tanpa merasa berbeban, apalagi merasa bersalah. Pikun, tampaknya tidak juga, lihat saja menawarkan diri untuk menjadi juru damai Papua. Padahal sejatinya Papua itu tidak ada apa-apa. Hanya spekulan yang ada dugaan bayaran dari pihak asing seperti Wenda atau Koman.

Beberapa hal kontradiksi dan ngaco adalah sebagai berikut;

Mengaku tidak terlibat atas kembalinya Rizieq, dan merasa tidak berkepentingan. Lha mengapa jika tidak “membawa pulang koq membela bak babi buta. Berkali ulang pembelaan yang cenderung ngasal dan tidak memiliki dasar sama sekali.

Rizieq sebagai pengisi kekosongan. Lihat internasional mengapresiasi Jokowi sebagai pemimpin, termasuk pemimpin Islam pula, jika mau ngeles kepemimpinan Muslim misalnya. Toh jika tidak suka Jokowi ada pula pimpinan Muhamadiyah atau NU yang memiliki anggota dan struktur organisasi yang jelas lebih pasti dan ada dalam jaminan legal negara sebagai ormas.

Apa JK sudah amnesia melihat tokoh-tokoh besar yang dimiliki dan pernah ada di dalam kedua ormas itu? Apa yang sudah Rizieq atau FPI sumbangkan?

Rizieq sebagai pribadi taat hukum. Bagaimana mempertanggungjawabkan secara moral di depan publik, ketika pribadi yang dikatakan taat hukum itu, sekadar dipanggil polisi saja mangkir. Mana taat hukumnya? Ini bukan sekali, namun berkali ulang, bahkan puluhan mungkin.

Menggunakan dalih ibadah padahal sejatinya ngacir atas panggilan polisi. Plus rentetan pelaporan demi pelaporan polisi atas mulut dan agitasinya. Mana bukti taat hukum, apalagi ketika kesangkut hukum selalu saja mencari kambing hitam. Pemeriksaan yang sesekali datang dengan pengerahan massa dan meneror penegak hukum.

Taat hukum itu ya bukan malah mengumpulkan massa di tengah pandemi. Padahal sudah ada aturan untuk menjaga protokol kesehatan. Belum lagi meminta merahasiakan hasil test covidnya, mengapa ketua umum PBNU saja tidak malu mengakui beliau positif covid. Kan bukan barang memalukan, di mana taat hukumnya?

Kabur dari rumah sakit dan menyebabkan potensi manajemen rumah sakit menjadi pesakitan. Apalagi ditambah enam anak buahnya tewas demi mengawal dia bisa kabur, apa ini yang katanya orang taat hukum. Apakah JK bisa menjawab semua tanya itu? Atau malah akan menuding pihak lain yang membuat masalah dan Rizieq baik-baik saja?

Sedikit saja mencoba mengambil peran pada posisi JK, Zon, atau pengikut FPI, bagaimana bisa menjadi pemuja dan membenarkan segala perbuatan Rizieq dan menyalahkan pihak lain. Koq tidak ketemu juga. Apanya yang bisa menjadi pembenar atas nalar umum yang ada.

Belum lagi jika bicara JK sebagai politikus dan pengusaha. Bagaimana ia menjadi penguasa demi pengusaha yang ia dan keluarga geluti aman. Meminjam istilah Rizal Rambli pengpeng, kekuasaan demi mengamankan usaha tetap berjalan dengan sangat baik. Terbaca dengan sangat gamblang, belum lagi jika berdasar desas desus.

Mengaku dukungan pada Anies pada pilkada DKI demi menahan laju Ahok agar tidak menyasar Jokowi. Ah yang benar, siapa yang paling untung jika Jokowi jatuh adalah wapres. Mosok sih capres kalah tidak mau ada durian sudah mau runtuh di depan mata? Yakin?

Apa yang bisa kita cermati adalah kepentingan sendiri yang dominan dan menggunakan segala cara termasuk mengorbankan pihak lain sebagai hal yang lumrah dalam politik ala JK. Pengpeng yang sangat cerdik memanfaatkan situasi. Lihat saja ketika ia bersama SBY. Semua terkendali dalam tangannya, berbeda ketika bersama Jokowi.

Memutarbalikan fakta demi ambisi pribadi, kembali juga mengorbankan pihak lain, ada Rizal Ramli, bukan tidak mungkin Rizieq yang kini dibela mati-matian kemudian berbalik arah digigit sendiri. Pelanggar hukum bisa dikatakan taat hukum. Apalagi yang lainnya.

Mudahnya berkamuflase antara nasionalis dan ultrakanan ini jauh lebih menakutkan. Lebih aman jelas dengan kelompok ultrakanan atau sebaliknya ultrakiri sehingga jelas jenis kelaminnya. Lha ini kadang pada posisi nasionalis, waktu yang lain menjadi ultrakanan, jangan-jangan kalau kiri pun menguntungkan bisa ikut ke sana.

Hal-hal demikian, apa iya layak menjadi kandidat 2024, ketika rekam jejaknya makin hari makin nampak dengan amat gamblang dan jelas. Permainan yang ia lakoni bersama terduga kriminal dan malah residivis pula. Tidak bisa dibantah Rizieq adalah residivis, karena pernah dua kali masuk dan keluar penjara, kriminal pula vonisnya bukan politis.

Lebih cepat lebih baik terkuak sisi asli model JK yang selama ini masih abu-abu, tertutup di balik kamuflase jitunya dalam bermain politik. Syukur bagi bangsa ini sekali tepuk lima lalat penyet. **Susy Haryawan

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

%d blogger menyukai ini: