Mengintip Maksud PAN, Sobat Baru Koalisi Gemuk Jokowi

0 0
Read Time:3 Minute, 3 Second
sumber: suara.com

AdaNews-Partai Amanat Nasional (PAN) telah resmi tergabung dalam koalisi gemuk pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Bergabungnya Partai berlambang matahari terbit ini disambut baik oleh tujuh partai koalisi lainnya yang memiliki kursi di Dewan Perwakilan Rakyat.

Partai Nasdem contohnya. Melalui Sekretaris Jendralnya, Johnny G Plate, masuknya PAN dinilai bakal memberikan dampak positif bagi koalisi dan bangsa Indonesia secara keseluruhan.

“Sahabat baru koalisi, Ketua Umum PAN Bapak Zulkifli Hasan, didampingi oleh Sekjen Bapak Eddy Soeparno. Sahabat baru kami dalam koalisi, semakin memperkuat dan semakin memperkaya gagasan-gagasan dan pandangan-pandangan serta ide-ide baru dalam rangka melanjutkan pemerintah dan mengisi demokratisasi di Indonesia,” Kata Plate. Dilansir Beritasatu.com, Rabu (25/08/21).

Dengan bergabungnya PAN, Pemerintahan Jokowi telah mengamankan 471 kursi parleman. Dengan begitu, besar kemungkinan setiap kebijakan yang dirilis pemerintah bisa berjalan mulus, setidaknya bakal terhindar dari riak-riak politik melelahkan.

Meski begitu, muncul tanya besar dari benak penulis. Apa sebenarnya yang membuat koalisi Jokowi merasa perlu mengajak PAN untuk bergabung dengan mereka?

Banyak isu berkembang, masuknya PAN berhubungan erat dengan peta politik pemilu 2024. Istilahnya semacam mitigasi politik terhadap keberlangsungan koalisi yang mungkin dalam satu tahun ke depan bakal goyah akibat manuver-manuver dari partai politik untuk meraih kekuasaan di pemilu 2024. Sebagai contoh, sangat mungkin jelang pemilu 2024, ada partai koalisi yang ingin memisahkan diri demi mencapai tujuan politiknya. Nah, bila ini terjadi, maka PAN bisa dijadikan tameng sebagai partai penggantinya.

Isu ini cukup beralasan, sebab dinamika politik saat ini kerap muncul anggapan bahwa Jokowi akan kembali mencalonkan diri pada pemilu 2024, meski sebenarnya kemungkinannya kecil atau bahkan tertutup. Pasalnya, Undang-Undang Dasar 1945 hasil amandemen terkait masa jabatan presiden hanya dibatasi dua periode. Namun, namanya juga politik, apapun bisa terjadi.

Selain itu, ada juga yang berpandangan bahwa bergabungnya PAN demi memuluskan proses amandemen UUD 1945 untuk ke-5 kalinya. Salah satu poin amandemen yang tengah serius dibicarakan adalah memfungsikan kembali Majelis Permusyawarahan Rakyat (MPR) dalam membentuk haluan pembangunan negara untuk menentukan arah pembangunan Indonesia secara berkesenimbangun, layaknya Garis -Garis Besar Haluan Negara (GBHN) pada masa Orde Baru. Harapannya, dengan haluan negara tersebut kebijakan setiap presiden yang berganti tak serta merta mengubah secara ekstrem arah pembangunan nasional.

Ya, keberadaan haluan negara masih terjadi pro kontra di tengah-tengah masyarakat. Namun, bila amandemen UUD 1945 ini terjadi dan berjalan mulus, bukan mustahil akan menjadi liar dan menyasar perpanjangan masa jabatan Presiden menjadi tiga periode. Meski sudah bisa dipastikan turbulensi politik bakal terjadi. Pasalnya, sekalipun koalisi sangat kuat, tetap saja akan muncul aksi-akai ekstra parlementer. Masyarakat besar kemungkinan turun ke jalan menentang amandemen UUD 1945 tersebut.

So, menurut penulis, bergabungnya PAN tak akan mampu mengubah apapun terkait masalah ini. Apalagi jika mengamati konstelasi politik kebijakan belakangan, faktor suara netizen di media sosial sangat besar pengaruhnya dan terkadang menjadi salah satu suara penentu dibandingkan suara mereka di DPR. Terlebih, suara PAN di Parlemen hanya berjumlah 44 kursi.

Bahkan, masuknya PAN rasanya akan membuat gerak pemerintah dalam meniti beragam masalah menjadi lebih lamban akibat komposisi koalisi yang terlalu gemuk. Dengan kata lain, masuknya PAN tak lebih hanya akan mengincar kursi di kabinet atau posisi tertentu di ruang lingkup pemerintahan. Apalagi, konon Jokowi akan menawarkan posisi Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) atau Menteri Perhubungan. Meskipun isu ini belum dikonfirmasi langsung oleh pihak Istana, tapi jika hal itu terjadi, situasi politik bakal beriak, mengingat Menko PMK sekarang Muhadjir Effendi dianggap sebagai perwakilan Muhammadiyah.

Jadi sebenarnya, masuknya PAN tak terlalu menguntungkan bagi pemerintahan Jokowi. Apalagi rekam jejak PAN di periode sebelumnya pernah masuk dalam koalisi dan memiliki wakil di kabinet, tapi pada saat bersamaan para politisi PAN lainnya malah menggebuki kebijakan Jokowi. Istilah kata, bermain dua kaki. ***

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

%d blogger menyukai ini: