Misteri Dalang G 30 S 1965 dan Lonceng Kematian Jendral Soepardjo

0 0
Read Time:4 Minute, 13 Second

“Bapak Tidak bisa memberikan apa-apa. Cuma sepasang sepatu ini untuk kenang-kenangan,” jelas Soepardjo, jendral pendukung PKI. 

AdaNews – Pada saat negara masih dikuasai rezim Orde Baru (Orba), seluruh warga masyarakat seolah dipaksa untuk percaya bahwa dalang pembunuhan enam jendral dan satu perwira pertama di malam Jumat, 30 September 1965 adalah Partai Komunis Indonesia (PKI). Bentuk “pemaksaan” tersebut setidaknya tampak dari film yang disutradarai Arifin C Noer dengan judul “Pengkhianatan G30S/PKI”. 

Kita yang pernah hidup di zaman orba tentu paham, film yang menjadi “tontonan wajib” tiap tahun di penghujung bulan September 1965 itu mengisahkan kekejaman PKI waktu menculik dan membunuh para jendral. Lalu, mayatnya dibuang ke sumur tua Lubang Buaya. 

Dalam film itu pula, diceritakan sosok Soeharto yang kala itu masih sebagai Panglima Kostrad keluar sebagai “Super Hero”. Dia menjadi tokoh sentral atas pulihnya kondusifitas keamanan nasional. Khususnya di DKI Jakarta. 

Maka jangan heran, masyarakat di zaman orba yang kerap menonton film ini terbius dan percaya, PKI adalah satu-satunya dalang dan Mayjend Soeharto adalah sosok paling berjasa terhadap negara ini. Karena dia dianggap mampu menumpas PKI hingga ke akar-akarnya. 

Kendati begitu, cerita menjadi lain saat rezim orba runtuh dan keran reformasi mulai dibuka. Pihak-pihak yang tadinya bungkam mulai membuka suara, termasuk salah satunya mendiskusikan kembali tentang siapa dan apa yang terjadi sebenarnya pada malam durjana 30 September 1965 tersebut. 

Menurut beberapa sumber yang pernah penulis baca dan tonton di chanel-chanel Youtube, alur cerita film “Pengkhianatan G30S/PKI” dianggap pembelokan sejarah. Pasalnya, muncul banyak teori atau versi lain yang diduga menjadi ikhwal terjadinya malam Jumat durjana itu.

Selain PKI, ada juga versi yang mengatakan, gerakan 30 September 1965 diakibatkan masalah internal TNI Angkatan Darat. Setidaknya, hal ini dibuktikan tidak adanya masyarakat sipil yang terlibat penculikan. Terus ada juga hipotesa lain, Presiden Sukarnolah yang berada di balik peristiwa tersebut. Bahkan ada yang menduga, dalang sebenarnya dari gerakan itu adalah Soeharto dan juga agen rahasia Amerika Serikat (CIA).

Tentu, seluruh teori atau versi apa dan siapa aktor di balik peristiwa penculikan para jendral dan satu perwira pertama atas nama Letnan Satu (Lettu) Pierre Andreas Tendean pada 30 September 1965 itu memiliki hipotesa dan pembenarannya masing-masing. Namun, setidaknya masyarakat Indonesia bisa lebih membuka mata, ternyata masih begitu banyak misteri yang belum terungkap. 

Dalam hal ini, masyarakat tanah air tidak lagi terkungkung oleh satu teori hasil ‘cekokan’ rezim orba. Dan, mudah-mudahan masalah yang selalu menjadi perdebatan hebat tiap tahun sejak era reformasi ini secepatnya bisa terkuak agar sejarah tidak lagi dipermainkan hanya demi kepentingan politik. 

Lonceng Kematian Soepardjo

Jika sampai saat ini masyarakat masih banyak yang dibingungkan dengan misteri gerakan 30 September 1965, tidak halnya dengan apa yang terjadi setelah peristiwa malam Jumat durjana itu terjadi.

Ya, sejarah mencatat, setelah peristiwa penculikan dan pembunuhan enam jendral dan satu perwira pertama untuk kemudian disebut Pahlawan Revolusi ini, petinggi dan kader-kader PKI berikut sayap partainya diburu, ditangkap dan kemudian dibunuh oleh TNI dan kelompok Islam. Setidaknya tercatat dalam sejarah tak kurang dari 500.000 jiwa dibantai. 

Adapun para petinggi-petinggi PKI sebagian ada yang terlebih dahulu ditangkap, untuk kemudian dieksekusi mati setelah dilakukan pengadilan di Mahkamah Militer Luar Biasa (Mahmilub). Sementara ada juga yang dibunuh tanpa melalui proses peradilan. Contohnya DN Aidit. 

Sementara tokoh-tokoh sentral PKI yang berhasil ditangkap dan diproses peradilan kemudian dieksekusi mati, diantaranya Letnan Kolonel (Letkol) Untung Syamsuri, Syam Kamaruzaman dan Brigadir Jendral Supardjo. Mereka harus meregang nyawa setelah ditembus timah panas oleh pasukan penembak khusus. 

Tapi, ada juga yang dalam proses peradilan diputuskan hukuman mati. Tapi dalam perjalanannya hanya dihukum seumur hidup, dia adalah Soebandrio. 

Nah, dari sekian banyak pentolan PKI yang berhasil ditangkap dan kemudian dieksekusi mati, penulis tertarik untuk sedikit mengulik tentang sosok Brigjend Supardjo. Jabatan dia waktu terjadi peristiwa durjana itu sebagai Komandan TNI Divisi Kalimantan Barat. 

Sama halnya dengan yang lain, pasca peristiwa gerakan 30 September 1965, Soepardjo pun menjadi buronan. Dia terus diburu, hingga akhirnya tertangkap 10 Januari 1967. Kemudian dia dihadapkan pada peradilan Mahmilub. Hasilnya adalah dihukum mati. 

Namun, sebelum menjalani hukuman mati dari regu tembak, ada hal menarik yang dilakukan Soepardjo selama dalam sel tahanan. Dia ternyata seorang Jendral yang sangat bersahaja. 

Dikutip dari Merdeka.com, Soepardjo yang ditahan di Rutan Militer Cimahi, menjadi panutan para napi di sana. Tak sedikit yang terkesan terkesan dengan sikapnya selama di tahanan. Sebagai jenderal, dia tak mau diistimewakan. Kalau dikirimi makanan, selalu dibagi rata untuk tahanan lain. 

Saat keluarganya datang menjenguk untuk terakhir kali, Soepardjo sempat memberikan sepasang sepatu. “Bapak tak bisa memberi apa-apa. Cuma sepasang sepatu ini untuk kenang-kenangan,” kata Soepardjo. 

Masih dikutip dari Merdeka.com, Soepardjo juga dengan sukarela menggosok seluruh toilet dan kamar mandi. Keinginannya untuk mati dengan seragam kebesaran militer jenderal bintang satu ditolak. Dia akhirnya memilih pakaian serba putih. 

Akhirnya pada 18 Maret 1967, lonceng kematian Soepardjo pun tiba. Sebelum regu tembak siap menjalankan tugasnya, anak buah Omar Dhani ini sempat menyanyikan lagu Indonesia Raya.

Setelah itu, Dor–timah panas pun menembus tubuhnya. Soepardjo mati dihadapan regu tembak.

Penulis : Elang Salamina

Disclamer : Tulisan ini dibuat untuk kembali mengenang peristiwa G30S 1965 yang tinggal beberapa hari lagi.

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

%d blogger menyukai ini: