Prabowo Masuk Perangkap Jokowi

0 0
Read Time:4 Minute, 12 Second

AdaNews.id-PASCA Pilpres 2019, dua tokoh utama yang bertarung memperebutkan kursi kepemimpinan nasional, Jokowi dengan Prabowo Subianto bertemu untuk pertama kalinya di Stasiun Moda Raya Terpadu (MRT) Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Pertemuan ini mengundang sorotan banyak pihak dan menjadi headline pemberitaan media massa.

Spekulasi analisa dan argumen maksud dari pertemuan kedua tokoh nasional tersebut langsung menyebar kemana-mana. Meski begitu, dugaan mengerucut, hal itu bagian dari langkah rekonsiliasi keduanya setelah terjadi perseteruan sengit. Kedua kubu saling membangun narasi-narasi untuk menjatuhkan lawan.

Tidak ada yang menyangka, pertemuan di MRT Lebak Bulus nyatanya bukan sekadar rekonsiliasi, tetapi dijadikan ajang “bisik-bisik” keduanya dalam berbagi kue kekuasaan. Hal tersebut diketahui setelah pada akhirnya Prabowo bergabung dengan Pemerintahan Jokowi. Dan, Partai Gerindra dimana Prabowo sebagai ketua umumnya mendapat jatah dua kursi menteri. Menhan dan Menteri KKP.

Tahun pertama bergabungnya dengan koalisi pemerintah tampak berjalan normal-normal saja. Bahkan, Prabowo dianggap beruntung. Hubungannya dengan Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri kembali harmonis.

Malah, Prabowo diajak jadi mitra koalisi untuk Pilpres 2024. Dan, mantan Danjen Kopasus itu digadang-gadang sebagai calon presiden. Sedangkan partai banteng cukup menjadi calon wakilnya atas nama Puan Maharani.

Dengan kata lain, Prabowo menang banyak. Dia menjadi Menhan sebagai pelipur lara atas kekalahannya pada pilpres, menjalin mitra koalisi dengan PDI Perjuangan, dan tentu saja mendapat dukungan penuh dari Presiden Jokowi. Salah satu indikasinya, mantan suami Titiek Soeharto ini dipercaya menangani food estate atau lumbung pangan nasional.

Kepercayaan tersebut dinilai sebagian fihak merupakan pemberian karpet merah bagi Prabowo dari Jokowi menuju kontestasi Pilpres 2024. Dugaan ini cukup logis. Sebagai petugas partai orang nomor satu di Indonesia ini tentu mempunyai tanggungjawab untuk menjadikan PDI Perjuangan kembali berkuasa. Meski sebagai calon wakil presidennya.

Namun, seiring waktu berjalan, sinar Prabowo yang asalnya terang mulai meredup. Beberapa peristiwa miring yang terjadi hampir berbarengan jadi alasan.

Pertama, tertangkapnya Menteri KKP, Edhy Prabowo oleh KPK karena diduga terlibat suap perizinan benih lobster. Kejadian ini sangat menjatuhkan marwah Prabowo dan Partai Gerindra. Bahkan, sejumlah kalangan menilai karier politiknya menuju Pilpres 2024 telah tamat.

Kedua, terkait kepulangan Habib Rizieq Shihab. Dari beberapa peristiwa negatif di tanah air setibanya pimpinan Front Pembela Islam (FPI) tersebut, Prabowo sama sekali tak mampu berbuat banyak. Padahal, posisinya sebagai Menhan.

Alih-alih mampu menerbitkan satu keputusan tegas atas kekisruhan yang diakibatkan Habib Rizieq. Beberapa anak buahnya seperti Fadli Zon dan Habiburokhman malah ikut membela sang habib dan FPI-nya.

Dipandang dari kacamata politik, situasi ini jelas tidak akan menguntungkan. Prabowo harus bisa menentukan prinsip. Mau sepenuhnya berkiblat pada pemerintah atau kembali jadi oposisi.

Bila ingin fokus bersama pemerintah, Prabowo dan segenap perangkat partainya harus satu suara. konsekuensinya mereka harus siap-siap ditinggalkan para pendukungnya yang kecewa dan kelompok oposisi. Pun, sebaliknya Prabowo juga kudu siap ditinggalkan koalisi pemerintah bila kembali beroposisi.

Langkah politik Prabowo saat ini dipandang banyak kalangan berada di persimpangan alias berada di dua kaki. Pemerintah diwakili dia dan Sandiaga Uno. Sedangkan di oposisi diwakili Fadli Zon dan Habiburokhman.

Dengan sikapnya ini mungkin maksud Prabowo baik. Dia ingin merangkul semua pihak demi kepentingan politiknya. Namun, di mata masyarakat, sikapnya ini justru dinilai mancla-mencle. Akibatnya, sinar Prabowo cenderung meredup.

Penulis jadi berpikir, jangan-jangan semua ini adalah perangkap atau kejeniusan Presiden Jokowi dalam berpolitik. Wong Solo ini tahu betul apa yang bakal terjadi bila Prabowo tidak dirangkul dalam pemerintahannya.

Bila Prabowo dan Partai Gerindra tetap dibiarkan menjadi oposisi, hampir dipastikan bakal menjadi masalah besar bagi roda pemerintahan Jokowi. Polarisasi dua kubu akan terus terjadi, sehingga rongrongan terhadap kedaulatan negara hampir bisa dipastikan bakal jauh lebih besar daripada yang terjadi hari ini.

Malah, kemungkinan besar nama Prabowo pun semakin besar dengan dukungan utuh dari kelompok oposisi. Kemungkinan besar kesempatannya jadi presiden pada Pilpres 2024 terbuka lebar. Rival beratnya, Jokowi sudah tidak mencalonkan diri kembali. Dia hanya akan melawan kandidat lain yang kekuatan popularitas dan elektabilitasnya tak sekuat mantan Gubernur DKI tersebut.

Nah, Jokowi sepertinya telah bisa menangkap sinyal ini. Dengan kejeniusannya, dia merangkul Prabowo masuk dalam pemerintahannya.

Ada beberapa keuntungan yang bisa didapat Presiden Jokowi dalam hal ini. Pertama, kekuatan oposisi tidak akan sekuat sebelumnya. Prabowo sebagai jantung oposisi sudah dalam genggaman. Bahkan, Sandiaga Uno pun telah masuk dalam pemerintahannya.

Kedua, Jokowi semakin leluasa untuk menentukan tongkat estapet kepemimpinannya. Sekalipun Prabowo menjadi kuat, tentu tak lepas dari kontribusi Jokowi yang telah merangkulnya bergabung dengan pemerintah. Dengan begitu, setidaknya Jokowi bisa menitipkan segala program kerjanya yang belum beres pada mantan Danjen Kopasus dimaksud.

Namun, sekalipun Prabowo meredup, Jokowi tak perlu khawatir. Masih ada beberapa kader dengan elektabilitas mumpuni untuk dijadikan penerusnya. Misal, Ganjar Pranowo.

Meski, saat ini masih terganjal oleh kehadiran Puan Maharani, peluang Ganjar akan terbuka lebar bila elektabilitas Puan terus menurun. Perlu diingat, Ganjar pun merupakan politisi PDI Perjuangan. Satu wadah dengan Presiden Jokowi.

Akhirul kata, bila pada saatnya nanti Prabowo kian meredup dan elektoralnya anjlok, sementara di lain pihak kandidat lain “yang disiapkan” Jokowi malah berkibar, perangkap Jokowi menggebuk pihak lawan dengan cara merangkulnya sukses besar.

Selain calon penerusnya mempunyai visi misi yang hampir mirip. Juga, Jokowi tidak mendaopat rongrongan besar dalam menjalankan roda pemerintahannya. (Elang Salamina)

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

%d blogger menyukai ini: