Rizieq – FPI Tidak Segede itu, Bro!

0 0
Read Time:4 Minute, 37 Second

AdaNews.id-Melihat pemberitaan dan berseliweran di lini massa, seolah FPI itu gede banget. Apa iya? Karena kepentingan berbagai pihaklah yang menggaungkan FPI itu gede dan menakutkan. Kebetulan ada pimpinannya ahli agitasi bak tukang obat.

Beberapa hari ini masih saja, pro dan kontra mewarnai hidup berbangsa ini soal FPI dan TNI. Panglima TNI usai konpres malam-malam, melanjutkan dengan kunjungan ke markas pasukan khusus dari ketiga matra. Pangdam Jaya dengan sigap menurunkan baliho liar dan menyatakan, Rizieq warga biasa. Suhu meningkat, bukan karena terpapar copid, ini lebih parah.

Pasukan gabungan dari semua kesatuan nyamperin Petamburan, pusat FPI dan tempat tinggal Rizieq, Pangdam Jaya memperkirakan itu TNI AL, pernyataannya itu dasarnya amatan atas kepangkatan. Menarik, sekelas Pangdam Jaya tidak tahu pergerakan pasukan itu, artinya ini jelas pasukan elit dan bukan sembarangan. Komando tanpa diketahui panglima daerah adalah sah jelas kapasitasnya.

Bintang dua, di pusat saja tidak tahu, artinya bintang tiga ke atas dan panglima tertinggi yang tahu. Kondisi genting sudah dibaca oleh militer dan intelijen tentunya. Apakah ini sekelas FPI? Jelas bukanlah. FPI hanya menjadi pemicu, alat pembuat keadaan kacau dan sangat mungkin FPI sendiri tidak paham sedang mau diperalat pihak lain.

Tentara sekelas pasukan gabungan, tentu bukan barang sembarang yang dihadapi. Apakah ini pemerintah yang paranoid? Ah jelas tidak. Pemerintahan itu, terutama Jokowi memberikan rekam jejak cukup jelas. Ingat bom Tamrin, sangat mungkin masih ada bom, ia berani ke sana. Ini bukan pencitraan, tetapi memang berani mengambi risiko. Salah satu bukti bahwa bukan mengarah kepada ketakutan dan kecemasan semata.

Penasihat militer bagi presiden tentu tidak akan gegabah mempertunjukan kesatuan elit seperti ini. Pertimbangan pasti sangat matang. Jika hanya level FPI tidak perlu sampai semua satuan elit mempertontonkan diri. Brimob saja lebih dari cukup, dan itu memang tugas kepolisian.

Fakta lain yang sangat mendukung opini ini adalah, pernyataan yang mau menyingkirkan peran TNI dalam penanganan “FPI” ini. Tentu kalau TNI turun keadaan makin susah bagi mereka. Tanpa perlu menyebut siapa-siapa saja yang menganut paham TNI salah, sudah ketahuan mereka ada pada kubu apa dan mana.

Mereka ada pada barisan, posisi, dan kadang terlihat dengan jelas motivasinya ke mana. Oposan-oposan yang lebih kental menjadi kepanjangan tangan pihak lain. Hal yang dengan gamblang terbaca dari reputasi mereka selama ini. Konsisten dalam perjuangan dan agendanya.

Agenda yang perlu dilihat dengan kritis. Ini soal masa depan bangsa dan juga dunia. Lihat kepentingan nikel di balik keadaan panas ini. Minyak bumi sudah pada titik menurun, menuju masa lalu. Harapan itu ada pada teknologi batere untuk listrik. Kekayaan yang tidak banyak dimiliki negara lain ini menjadi incaran dan rebutan, termasuk para makelar yang biasa menjadi elit negeri ini. Ada kekuatan luar kolab dengan elit tamak negeri ini.

Lihat isu TKA selalu terdengar dan didengungkan, mengapa? Ya karena mereka maunya yang mengelola. Siapa? Ya silakan raba sendiri, sudah terbuka lebar kog.

Permaianan Barat, melalui Ausie dan Amrik jelas-jelas terlihat, Papua diobok-obok karena FPI, ini lain bukan van Petamburan, Free Port yang memberikan hasil besar, kini diminta pemiliknya. Rela di atas kertas, faktanya ya tidaklah. Ausie mau memiliki sebagaimana kisah lama Timor Leste. Mereka ini tamak dan rakus namun seolah santun.

Parahnya, agen-agen di jajaran elit negeri ini sangat banyak. Sisa-sisa dan didikan Orba pengeruk kekayaan negeri demi diri sendiri itu masih begitu banyak dan kuat. Kepentingan mereka terusik, biasa nyaman berpesta, kini musiknya dimatikan meteran listriknya, meradanglah.

Barisan sakit hati yang tidak ikut dalam pemerintahan. Bisa siapa saja mereka ini. Lihat saja suaranya, kalau sumbang dan pemerintah sekalipun tidak pernah benar, nah itu orang atau lembaganya. Dampaknya tidak sebesar point-point di atas, tetapi menjadi tambahan amuunisi bagi keadaan tidak lebih baik.

Demokrasi ternyata sudah dikhinati demi hasrat diri dan pribadi. Bersuara dengan nada minir itu tidak salah dalam alam demokrasi. Itu pantas atau tidak, ketika tanpa dasar bicara asal keadaan memburuk, itu sah sebagai bagian menyuarakan pendapat. Apakah benar dan layak? Itu ranah berbeda. Begitu banyak model demikian, dan orang baik bisa menjadi sangat diam, karena kacau, tidak tahu, atau malah takut.

Negara lain, pihak luar tentu saja suka cita menanti keadaan kacau itu ada pemicunya. Tinggal menuang bensin, rumah tinggal masuki dan jarah. Sukses, karena mata tertuju pada kebakaran, bukan keamanan. Miris.

FPI tidak segede itu Kawan, jangan terkecoh, itu hanya api kecil yang ditiup-tiup seolah gede. Kadang kita ikut terlibat ketika diam saja melihat perilaku mereka yang ugal-ugalan. Semua ada dalangnya, dan kadang FPI sendiri tidak paham. Mereka juga punya agenda sendiri tentu saja.

Kebesaran mereka semu. Cara bicara keras, kasar, dan arogan hanya mau mempertontonkan bahwa mereka besar. Padahal aslinya tidak. Mereka dibesar-besarkan oleh pihak lain yang mau ikut memanfaatkan. Kolaborasi saling memanfaatkan ini sangat susah untuk bisa diselesaikan. Inilah waktunya dan momentum untuk senjalakala mereka.

Kesadaran mulai timbul, penolakan, seruan, dan bertebarannya dukungan kepada TNI dan pemerintah menenggelamkan nama besar glorofokasi semu itu makin redup. Satu demi satu mulai menjauh dan itu akhir dari sikap arogan mereka sendiri.

Bermain api terbakar, menabur angin menuai badai, dan saatnya mereka memanen perilaku mereka sendiri. Merasa paling benar dan bisa berbuat apa saja akhirnya semua berakhir. Tidak ada pertunjukan yang tidak selesai.

Harapannya adalah kesatuan akan membuat negara ini maju dan besar.

Pengalaman Budi Utama malah kadang dilupakan serta dibuat lupa bagi kepentingan segelintir orang. Sikap menang-menang berubah menjadi menang-menangan.

Parpol mulai menunjukkan warna dan wajah aslinya. Mana yang beroreintasi pada kepentingan sesaat bahkan sesat, dan mana yang main dua kaki, serta yang nasionalis tulen. Penolakan, dukungan, dan ambigu turunnya TNI memberikan kejelasan siapa-siapa di balik FPI yang aslinya mini itu.

Susy Haryawan

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

%d blogger menyukai ini: