Simalakama Rizieq Shihab

0 0
Read Time:3 Minute, 49 Second

AdaNews.id-Desas desus Riezieq Shihab kabur dari rumah sakit menjadi bahan perbincangan yang cukup hangat. Berseliweran meme dan percakapan imajiner yang sangat lucu via media sosial. Kreatifitas tanpa batas warganet memang luar biasa. Gosip ini sangat mungkin demikian adanya. Rekam jejaknya lebih memberikan pembuktian itu dari pada sebaliknya.

Ancaman Wali Kota Bogor Bima Arya melaporkan rumah sakit yang berpotensi membuat bahaya pandemi, karena adanya pasien yang menolak test, membuat skenario berubah. Kini ada kabar bahwa si pasien dan keluarga menandatangani memaksa keluar dan pihak rumah sakit tidak bertanggung jawab atas apa yang terjadi pada pasien.

Hal yang cukup aneh dan lucu adalah, adanya surat kepada walikota untuk menjaga kerahasiaan pasien. Okelah bisa dipahami. Berdalih dan berlindung pada UU, ironisnya adalah, ia juga pelaku pelanggaran UU yang tidak pernah mau mempertanggungjawabkan. Lain-lain bolehlah ngeles dengan berbagai dalih. Terakhir acara penyambutan, pengajian, dan pernikahan, di tengah pandemi, atau karena sudah membayar denda?

Legalis, orang yang berpedoman pada hukum secara kaku, bolehlah melindungi diri demikian, atas nama kerahasiaan pasien, pasal UU digunakan. Tetapi membahayakan hidup orang demi kepentingan sendiri, kepuasan pribadi pula, juga ada pasalnya. Ketika pasal menjadi demikian lentur, bukan lagi legalis, namun oportunis dan munafik lebih pas.

Mengaku sakit juga hal yang lumrah, tidak memalukan sebagaimana raja singa, sipilis, atau horor seperti HIV-AIDS juga. Masalahnya adalah, ia dan kelompoknya sudah menglaim dengan gagah perkasa kalau corona hanya untuk orang tertentu, dan mereka pasti aman, tidak akan demikian, dengan menggunakan terminologis agama tentu saja.

Bagaimana dengan Sugik Nur? Atau Bima Arya juga yang telah ia kirimi surat kan mereka juga mengidap dan pernah sembuh dari corona. Penyakit biasa. Sikap dan pola pikirnya saja yang membuat itu sensasional, memalukan, atau seolah kutukan. Ini bukan juga akhir dari segalanya, karena jauh lebih banyak yang sembuh dari pada meninggal, ketika ditangani sejak dini dan baik adanya.

Persoalan yang terjadi adalah, tidak mau menguji atau malah mengakui kalau sakit dan potensi positif itu sangat besar. Bagaimana orang seusia itu, aktifitas tinggi, dan gaya hidup tentu saja tidak ideal. Menerima tamu dengan kontak fisik tanpa batas seperti itu sangat mungkin terinfeksi. Susah menerima nalar ia baik-baik saja.

Jika ia memang sehat, mengapa harus bersurat yang mengatakan bahwa status kesehatan pasien dilindungi UU? Kembali membuat blunder dengan mengakui secara tidak langsung. Konfirmasi atas pernyataan yang sejatinya mau melindungi diri dengan baik. Jutaan orang sehat, dan tidak ada yang meminta dirahasiakan kalau ia sehat bukan?

Konsekuensi atas sehatnya adalah panggilan polisi memang. Nah suka atau tidak, ini inti soalnya. Datang ke kantor polisi bisa ke mana-mana artinya, dan itu yang sangat dihindari. Sebisa mungkin jangan sampai dengan berbagai alasan.

Apakah ini keputusan pribadi Rizieq, ah jelas tidak. Keterlibatan para bohir dan pemegang kunci di mana Rizieq hanyalah pion lebih menentukan. Apa yang perlu ia katakan, lakukan, dan persiapkan itu sudah ada pengaturnya. Memang, kadang ia berbuat sendiri, dan itu terlihat dari kekacauan. Sepanjang baik-baik saja itu kata para penyandang dana.

Terus terang baik-baik saja, sehat, dan tidak ada masalah, berarti harus datang ke kantor polisi. Dampak tidak ringan sangat mungkin terjadi. belum juga sebulan koar-koar seolah tidak ada yang berani menghentikan, kini sebaliknya. Para penyandang dana tentu saja sedang menyenyapkan diri, bisa kena hantam dengan telak bisa bahaya. Posisi Rizieq ini sendirian, minta bantuan ke mana-mana sedang seret, pada takut nanggung risiko.

Wajar, ketika anak buahnya bernyanyi sumbang, bahwa Rizieq meminta Jokowi mundur demi membantu Jokowi di akhirat. Hal yang lebih aneh dan ngaco, mana ada urusan dunia bisa saling menolong, ketika itu sama-sama orang biasa. Bagaimana perilaku dalam hidup ini, sudah bermanfaat atau malah menjadi sumber penyakit, sesederhana itu.

Simalakama memang sedang dihadapi Rizieq Shihab, mengaku sehat dan apa adanya, pasti menjadi pesakitan. Denda sudah tidak cukup lagi, dengan angka penderita yang berasal dari kawasannya cukup tinggi. Mengaku ini bukan tabiatnya. Kan biasa mencari kambing hitam.

Berbicara ia sakit, sama juga memperolok dirinya. Padahal jika iya, paling hanya sekejab dan selanjutnya dilupakan. Bagaimana sikap anak bangsa ini, yang sangat mudah lupa. Tetapi tentu saja tidak sesederhana itu bagai Rizieq yang sudah demikia besar dalam klaim, eh tiba-tiba malah sakit. Tidak ada istimewanya lagi dong jika demikian.

Kini bola ada pada penegak hukum dan gugus tugas covid untuk memberikan pembuktian bahwa serius dan tidak tebang pilih, siapa yang membahayakan masyarakat dengan sengaja ya perlu dituntut di muka hukum. Semua wajib menjalankan karantina dan test sesuai dengan standar, bukan hanya karena klaim sendiri.

Keterlibatan pihak-pihak yang menghambat pemeriksaan sudah seharusnya menjadi perhatian penegak hukum. Jangan sampai banyak korban lain karena fanatisme buta yang ngaco.**Susy Haryawan

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

%d blogger menyukai ini: